Salam damai sejahtera bagi kita semua.
Perkenalkan nama saya Anjas Pramono saya adalah mahasiswa program studi Teknik Informatika 2016 fakultas klmj Komputer Universitas Brawijaya. Saat ini, sekarang saya mengabdikan diri di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Komisariat Brawijaya.
Saya adalah seorang disabilitas Tuna Daksa, berawal dari sebuah cerita. Ketika saya lahir saya lahir dalam keadaan Normal. Anak kecil yang lahir 20 tahun itu sama seperti anak kecil pada umumnya, mempunyai dua mata, dua tangan dan juga dua kaki. Saya lahir dari kota yang sangat terkenal dengan cukainya. Orang orang menyebutnya sebagai "Little Singapore" yaitu Kudus. Kota pelosok berada di kaki gunung Muria. Saya lahir diantara keluarga yang sederhana. Dan diantara lingkungan yang sangat welcome teehadap disabilitas.
Awal dari diketahui saya adalah orang yang "Spesial". adalah bermula ketika saya berumur 8 Bulan, bayi Anjas yang lucu itu tiba tiba menangis ketika sedang belajar duduk. Tamgisan itu berlangsung lama dan tak wajar. Orang tua saya saat itu baru menyadari ternyata kaki saya patah ketika belajar duduk. Diusia saya balita saya sudah berkali kali mengalami patah tulang kaki ( baik kaki kanan ataupun kiri, baik betis ataupun paha) beetahun tahun saya dikekang penyakit yang menyakitkan. Kaki patah berkali kali hanya karena jatuh sedikit tertekuk sedikit. Dan ini terjadi hingga saya kelas 5 SD.
Bolak balik, orang tua saya kala itu harus merogoh kocek dalam dalam untuk memberikan penanganan medis terbaik untuk anak sulungnya ini, 2 profesor sudah mereka temui. Di surabaya dan bandung, saya masih ingat betul orang tua saya memboyong saya ke luar kota dengan banyak penanganan medis dan tradisional swmua tak pernah bisa menjawab. Hingga saya di Bandung saya di diagnosis mengidap kelainan penyakit tulang bernama Osteo Genesis Imperfecta. Kelainan berupa pengeroposan tulang dan merapuhnya tulang ketika masih kanak kanak. Penyakit ini sangat langka. Di Indoneaia hanya ditemukan 15.000 kasus. Dari 260 Juta rakyat indonesia. Sangat sedikit hanya 0.0005% dari seluruh masyarakat total Indonesia data dari BPS tahun 2015. Inilah yang membuat saya menyebut diri saya sebagai " Anak SPESIAL ". Tulang kaki saya yang patah beekali kali itu tumbuh bengkok karena sering patah tulang dan pertumbuhan tidak sempurna. Hanya ada solusi untuk menyembuhkan kaki saya yang bengkok itu, pada saat itu hanya ada dua negara yang benar benar mampu. Jepang dan Amerika. Saat itu saya kelas 5 SD. Saya pun menolak keras jika orang tua harus merogoh kocek lebih dalam hanya untuk anak sulungnya ini. Toh saya tak pernah mempermasalahkan kondisi kaki saya, saya masih bisa bergerak dan terus bergerak. Karena saya yakin, ini adalah sebuah skenario tuhan yang akan berakhir indah. Entah di duniabataupun akhirat inshaAllah saya akan ikhlas.
Tak terhirung berapa banyak saya mengalami patah tulang, saking banyaknya ketika saya tanya orang tua saya. Mereka tersenyum tipis dan berkata terlalu banyak hingga mereka lupa menghitung.
Saat terakhir saya patah tulang adalah ketika bulan november tanggal 21 tahun 2016. Aaya ingat betul sebab h-7 hari saya ulang tahun dan hendak berangkat ke kampus. Di lantai dasar kampus saat hujan tongkat penopang saya berjalan tergelincir. Sial memang tulang duduk saya patah. Saya absen kuliah 1 Bulan. Aneh memang, hanya 1 Bulan padahal biasanya buyuh waktu pengembuhan 3 - 4 Bulan ketika patah tulang. Inilah sebuah kuasa Allah. 1 Bulan tulang yang patah itu menyambung sempurna. Hanya 1 bulan, dokter pun geleng geleng melihat ini.
Kondisi tubuh dwngan keterbatasan ini tak membuat saya patah arang. Sedari kecil saya tak bisa pergi main bola, mengejar layang layang, atau bahkan bermain gundu dengan teman sekitar. Saya harus dirumah. Hal ini tak menjadi masalah. Saya terus membaca kebetulan ayah saya adalah seorang tenaga pendidik. Buku buku tebal jadibkonsumsi saya setiap hari Buku Max Havelaar 480 lembar saya baca ketika saya duduk dikelas 5 SD. Saya setiap minggu langganan majalah bobo, koran, dan beberapa buku buku pelajaran sejarah dan pancasila. Benar, memang ayah saya adalah tenaga pendidik mata kuliah Pancasila. Pengetahuan dari buku membuat saya tergila gila akan politik dan channel xhannel berita.
Pengalaman pahit menjadi difabel adalah berawal daei saya duduk di SMP. Saya lulus SD dengan nilai yang cukup baik. Rata rata nilai UN saya adalah 9.45 dengan nilai matematika saya sempurna 10. Ketika kelas 5 saya adalah juara 1 Lomba Cerdas Cermat se Kabupaten Kudus. Dan juga masuk 5 besar siswa dengan nilai UN tertinggi disana. Saya pun makin peecaya diri saya bisa masuk di SMP Terbaik dikota ini. Ketika waktu pendaftaran saya ingat betul saya kesana bersama ayah dan ternyata kenyataan pait harus dihadapi. SMP favorit itu mempunyai dua lantai untuk bangunanya. Hingga ini jadi hal yang tisak mungkin, apalagi saya menggunakan kursi roda. Saya harus menciutkan niat saya untuk bersekolah di sekolah favorit. Kemhdian ayah membawa saya di SMP terdekat dengan rumah, ketika nilai saya di inputkan saya mendapat peringkat pertama. Suatu saat ketika siang. Saya sedang duduk dikantin, saya mendapat kabae bahwa saya tidak bisa melanjutkan sekolah di sekolah itu. Pihak sekolah saat itu ( beberapa guru dan guru BK) menolak kehadiran saya. Karena saya harus sekolah di SMPLB. Saya menangis melihat ayah saya cekcok dengan oknum guru itu. Saya minta pulang, saya pulang dan menangis mengurung diri dikamar. Bayangan kelam saya tidak bisa mwlanjytkan pendidikan akan terjadi. Setelah ayah saya mengambil sikap protes dan tegas kepada dinas pendidikan. Mediasi diberlakukan dan beejalan alot. Saya tetep kekeh meminta hak saya untuk sekolah di SMP terdekat rumah itu meskipun disabilitas. Berbagai kemampuan dikerahkan lobbying dan mediasi terus ditempuh. Hingga saya diterima. 3 tahun di SMP adalah masa yang berat. Pergaulan yang sangat terbatas. Diaability awareness yang snagat kurang di pelajar kala itj sangat sedikit. Saya tak punya banyak teman. Tekanan mental, bullying dan berbagai kekerasan saya alami saya tak banyak mencolok disekolahan. Hanya saya seorang anak cacat yang membuat saya terkenal. Saat menulis ini pun saya ingin menangis dan tersenyum kecil mengingat memori masa lampau. Ketika ingat saya mengajukan diri untuk lomba matematika tingkat kabupaten saya harus dihalangi guru saya. Karena alasan sekolah tidak punya Mobil untuk mengajak saya lomba.
Saya lulus SMP dengan nilai yang biasa biasa saja saya tak ingat betul berapa nilainya yang pasti nilai matematika saya masih 9.5, saya mulai kumpulkan tekad saya ibgin masuk ke sebuah sekolah favorit dengan melanjutkan study di sebuah sekolah yang bekerja sama dengan surya institute ( yayasan pendidikan yohannes surya) singkat cerita anak kampung bernama anjas lolos 75 orang pilihan dari ribuan orang pendaftar. Saya diterima saya sangat bersyukur masalalu ditolak sekolah tak terulang. SMA adalah masa keemasan saya. Lingkungan yang sangat menerima dan juga guru guru yang tidak peenah membedakan kondisi fisik saya. Saya lolos dikelas Unggulan kelas internasional dengan Billingual Class. Saat kelas 2014 tepat ketika saya kelas 2 SMA. Saya iseng mengikuti sebuah penyisihan olimpiade Matematika bertahap dari Tingkat Sekolah - Kabupaten - Provinsi - dan Nasional. Saya pun hampir 1 bulan jarang tidur unruk belajar matematika dan Allah memang snagat baik pada anjas, Anjas lolos melwngkapi tim indonwsia bersama 19 orang lain yang tersebar diseluruh indonesia untuk mengikuti Olimpiade Internasional bernama Singapore Mathematic Olimpiade. Anak kampung itu pun lemas saya tak mebgira saya akan naik pesawat dan begitu bangganya saya. Orang tua saya memeluk saya hangat pertanda saya telah berhasil membanggakan mereka. Singkat cerita saya berangkat bwrsama tim indonesia ke Singapura. The Lion City, negara yang saya impi impikan satangi saat kelas 3 SD itu berujung kenyataan. Ujian olimpiade pun dimulai singkatnya, saya gagal saya tak mendapatkan medali untuk indonesia. Ibu saya pun menelfon saya dan kembali saya menangis dikamar hotel. Kegagalan setelah itu tak membuat patah arang. Cita cita saya saya ingin membawa merah putih ke podium sebuah ajang perlombaan.
Saya terus berproses singkat cerita saya mulai aktif di bebeeapa perlombaan di tingkat SMA mulai debate bahasa inggris hingga juara 1 Provinsi jateng pada tahun 2015. Dan juga lomba lomba karya ilmiah. Tapi saya belum peenah juara ketika lomva karya ilmiah saat SMA. Diterima di Universitas Brawijaya membuat saya tertantang saya mulaibgeluti duni riset dan bidang IT. Sejak awal maba saya tertarik untuk membuat sebuah aplikasi. Saya mulai aktif menjadi pwnggiat disabilitas di kampus. Demonstrasi sana sini menuntut kesetaraan hingga berhadapan dengan polisi dijalanan tak membuat saya mundur. Tangan terkepal dan maju kemuka. Saya terus membela disabilitas dan memperjuangkan mereka di advokasi dan pembwrdayaan mereka di kampus. Saya juga membuat sebuah aplikasi bernama Difodeaf(Dicrionary for deaf) saya nekatkan untuk mengikutkan aplikasi ini di sebuah ajang perlombaan si Malaysia. Modal nekat memang, uangpun saya tak punya. Saya bermodalkan nekat untuk bwrtemu wakil dekan di fakultas beliau mensupport pwnuh. Uang pun aman. Saya bwrangkat dengan uang saku pas pasan. Karena tk berani minta uang saku ke oeang tua. 3 hari disana dengan berbekal uang 500.000 dan sebuah tas ransel berisi baju ganti dan harapan besar bagi ibu pertiwi. Makan pun seadanya dan yang penting murah. Nasi lemak dan air putih makanan ku selama 3 hari. Disabilitas bernama anjas sendirian berjarak ribuan kilometer dengan orang tua mengadu akal berlomba di negeri jiran. Tidak ada teman dan kenalan saya hanya bermodal bahasa inggria yang ala kadarmya. Menjelang pengumuman saya berdoa. Jika saya menang saya berjanji akan mengabdikan selueuh hidup saya untuk orang banyak dan bermanfaat bagi negara ini. Juri pun menyebut nama saya dikala saya sedang berdoa disudur ruangan. Saya mendapatkan medali emas. Aplikasi kamus bahasa isyarat itu mendapat juara emas. Aplikasi yang dihina oleh kaka tingkat dan anjas yang peenah dihina anak cacat ketika kecil naik ke podium. Bendera merah putih saya pegang erat erat. Ku kibarkan bendera itu didepan podium. Bersujud syukur medali emas itu saya gigit bak Taufik Hidayat selesai menang All England.
Saya pun mulai tekun mempelajari riset dan disabilitas saya juga aktif bweorganisasi bernama PMII. Organisasi pertama saya dan saya langsung jatuh cinta. Dengan tolerannya, Aswaja nya dan Nilai dasar pergerakan. Saya menjadi ketua rayon fakultas dan sekarang menjabat ketua komisariat (ketua PMII Se Univ Brawijaya) mungkin mencatatkan rekor pertama dalam sejarah PMII di Indonesia dimana saya adalah ketua Komisariat Disabilitas pertama di Indonesia.
Aktif berorganisasi tak membuat saya kalah diakademik saat ini saya sudah memiliki 9 Medali Internasional baik itu bronze, silver, dan emas. Dan sekitar 17 Sertifikat internasional dari berbagai negara aeperti singapura, taiwan, india bahkan lembaga riset Uni Eropa. Saat ini saya sudah mengelilingi lebih dari 5 negara seperti malaysia singapura india hingga china
Saat ini, saya juga fokus untuk mencari beasiswa 2 minggu lalu, saya lolos interview beasiswa YSEALI, swbuah progeam Exchange Fully Funded di Amerika. Negara yang menjadi impian saya. Saya pun berjanji, Anjas tidak akan pernah diam melihat penibdasan twrhadap disabilitas. Anjas tidak akan bwrhenti mwmperjuangkan kemanusiaan dan Bangsa indonesia. Hingga nafas akhir kehidupan. Mencintai kemanusiaan dan berakhir dalam kedamaian. Catatlah anjas di 10 tahun mendatang. Sang orator dan sang pemimpin masa depan abad 21.
Salam Pergerakan
Repost link https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=2532059403491891&id=100000635672834
Loading...